A.
Pendahuluan
Setiap individu memiliki berbagai sifat, watak, dan perilaku yang
tidak sama. Begitu pula dengan setiap peserta didik memiliki kekhasan dan
keunikan masing-masing pada dirinya. Karakteristik individu (peserta didik)
diperoleh dari faktor bawaan dan faktor dari pengaruh lingkungan.[1]
Karakteristik bawaan (hereditas) merupakan karakteristik individu yang
diperoleh melalui pewarisan dari pihak orangtuanya. Sedangkan karakteristik
dari faktor lingkungan diperoleh dari faktor lingkungan fisik, psikis, sosial,
alam sekitar, dan religius.[2]
Begitu erat kaitannya perilaku peserta didik dalam mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia. Sekolah dasar
sebagai penyelenggara pendidikan menjadi pondasi awal untuk mewujudkan hal
tersebut. Jenjang pertama di sekolah dasar merupakan jenjang yang paling
kompleks permasalahannya. Di jenjang tersebut, siswa mengalami peralihan
tingkah laku dari taman kanak-kanak menjadi sekolah dasar.
Perilaku menyimpang siswa yang penulis maksud di sini adalah
tentang kebiasaan siswa mencuri uang milik teman sendiri, atau milik adik
kelasnya di sekolah , yang dengan uang tersebut digunakannya untuk membeli barang-barang
yang diinginkannya, untuk mentraktir teman-tamannya, menabung seperti
teman-temannya, juga ada yang diberikan ke-ibu-nya untuk membeli kebutuhan
sehari-hari. Perilaku ini sebelumnya juga dilakukan oleh kakak-kakaknya yang
juga bersekolah di tempat yang sama. Sang kakak mencuri uang teman atau adik
kelasnya dengan mengajak adiknya, yang secara tidak sadar bahwa ini mendidik
sang adik untuk melakukan hal yang sama. Karena perilakunya otomatis terekam
oleh adiknya yang mungkin pada saat itu masih belum mengetahui tindakan yang
dilakukan kakaknya adalah tindakan yang dilarang.
Kebiasaan mencuri yang dilakukan oleh anak tersebut adalah selain
dari karena sebelumnya diajak oleh kakaknya, juga karena faktor ekonomi di
keluarganya yang memang tergolong tidak mampu. Ayahnya sebagai buruh dengan
keterbatasan kemampuannya, dan tidak setiap hari ada yang mempekerjakan. Di
samping sifatnya yang keras terhadap anak istrinya yang menyebabkan mereka
tidak berani meminta uang ketika mereka membutuhkan baik untuk sekolah maupun u
yang lainnya. Ibunya berjualan daging ayam milik tetangganya dengan hasil yang
tidak cukup untuk sehari-hari.
Keadaan keluarga yang seperti ini menjadi salah satu pemicu
perilaku menyimpang siswa, yakni mencuri uang teman. Yang dilakukan dari kakak
sampai adiknya yang kesemuanya laki-laki. Yang menurut beberapa tetangganya
bahwa perbuatannya itu sebenarnya sudah diketahui oleh ibunya, tetapi ibunya
diam saja. Barangkali ibunya juga tidak berdaya karena tidak bisa memberi dan
mencukupi kebutuhan anak-anaknya.
Dari segi kognitif siswa ini tidak memiliki kesulitan belajar,
selalu mengerjakan tugas yang diberikan tepat waktu, berangkat sekolah tidak
pernah terlambat, dan termasuk siswa yang rajin. Dari ranah afektif diketahui
sering mencuri uang teman dan adik kelasnya, namun saat ditanya tidak pernah
mengakui perbuatannya, dan tidak hanya di sekolah, anak tersebut juga pernah
mencuri jajanan di warung.
Namun di samping faktor ekonomi keluarga, menurut walikelasnya,
perhatian orangtua juga kurang sehingga pengawasan terhadap anak tidak maximal,
mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Bentuk kurangnya perhatian
orangtua di rumah yaitu orangtua hampir tidak pernah menanyakan kegiatan anak
di sekolah, membiarkan anak menyelesaikan segala sesuatunya sendiri, sehingga
anak tidak ada tempat untuk berbagi cerita selain dengan kakaknya. Juga kurang
menjalin hubungan dengan pihak sekolah sehingga tidak bisa mengontrol kegiatan
dan perilaku siswa selama di sekolah.
B.
Landasan Teori
Penyebab dari siswa yang mencuri adalah selain faktor ekonomi
keluarga juga disebabkan kurangnya perhatian
orangtua ke siswa. Anak adalah dambaan keluarga yang diharapkan dapat
meneruskan keturunan dengan kualitas yang lebih baik. Kemajuan bidang
elektronik dan komunikasi yang telah dengan cepat melanda Indonesia yang sedang
merubah diri menjadi negara industri membawa dampak pada melemahnya jaringan
kekerabatan dan terutama anaklah yang pertama merasakan akibatnya. Karena
semakin sibuk orangtua dalam memuhi berbagai macam tuntutan zaman, maka
anak-anak kehilangan kehangatan keluarga dan rasa aman. Timbullah fenomena anak
mencari pengganti lingkungan keluarga di luar rumah dan melakukan
tindakan-tindakan menyimpang yang merugikan mereka sendiri di samping
menimbulkan ketidakserasian dalam masyarakat. Faktor kemiskinan menimbulkan
pula berbagai permasalahan kerawanan pada anak seperti keterlantaran, putus
sekolah, gangguan kesehatan, dan mudahnya anak tergelincir dalam perbuatan
kriminal.[3]
Perlunya pendidikan moral dan budi pekerti bertujuan mengembangkan watak atau tabiat
siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai
kekuatan moral dalam hidupnya, baik melalui pengajaran, bimbingan, maupun
latihan. [4]
Tujuan pendidikan moral menurut Nurul Zuriah dapat dirinci sebagai berikut :
1.
Anak mampu
memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan
internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antar
bangsa.
2.
Anak mampu
mengembangkan watak atau tabi’atnya secara konsisten dalam mengambil keputusan
budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.
3.
Anak mampu
menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan
keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan seesuai dengan norma budi
pekerti.
4.
Anak mampu
menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan
pola perilaku yang berguna dan bertanggungjawab.[5]
Sudah menjadi realitas bahwa anak yang tidak tumbuh dalam azas
muraqabatullah, rasa takut kepada Alloh, dan tidak dibiasakan untuk berlaku
amanah, maka secara bertahap anak akan terbiasa dengan kecurangan, mencuri, dan
berkhianat. Dia akan memakan harta orang lain yang bukan haknya, bahkan akan
menjadi anak yang celaka, yang banyak masyarakat berlindung dari buruknya
perbuatannya.
Karena itulah hendaknya bagi para orangtua dan pendidik untuk
menanamkan dalam diri anak-anak keyakinan akan muraqabatullah dan takut
kepada-Nya. Beritahukan kepada anak akan hasil yang tidak baik, yang
ditimbulkan dari perbuatan mencuri dan akibat buruk lainnya yang ditimbulkan
oleh perbuatan menipu dan berkhianat. [6]
Namun, yang menyedihkan adalah mayoritas dari para orangtua tidak
mau memberikan pengawasan yang ketat terhadap barang-barang atau uang yang
dibawa anaknya. Hanya dengan menganggap bahwa anak mereka itu mendapatkannya
dari jalan atau mendapatkan hadiah dari salah satu temannya. Kemudian para
orangtua itu mempercayainya dan mempercayainya dan menerima pengakuannya yang
bohong, tanpa terlebih dahulu diteliti dan disertai pembuktian yang seksama.
Dengan sendirinya, anak akan merasa bebas mencuri hanya karena
pengakuan-pengakuannya yang palsu itu, dan secara sendirinya anak akan terbiasa
melakukan kejahatan tatkala ia tidak mendapatkan pengawasan yang ketat dan
pengawasan yang seksama dari orangtua. Parahnya lagi adalah seorang anak memiliki
orangtua yang justru memerintahkannya untuk mencuri. Jika demikian, anak akan
tenggelam dalam dunia kejahatan, dan akan menjadi pencuri.[7]
Suka mencuri termasuk dalam fenomena moral. Jika anak sejak masa
perkembangannya tidak dididik untuk mengingat dan takut kepada Alloh serta untuk menyampaikan amanat dan menjalankan
hak-hak, maka tidak diragukan lagi secara bertahap anak itu akan melakukan
penipuan, pencurian, dan penghianatan, ia akan memakan harta dengan cara tidak
halal, bahkan menjadi seorang penjahat yang ditakuti, dan dijauhi masyarakat.
Untuk itu para pendidik untuk menanamkan
aqidah, agar anak selalu mengingat dan takut pada Alloh, menjelaskan akibat
buruk yang disebabkan oleh pencurian dan sebagainya. Menjelaskan juga tentang
ancaman Alloh yang akan diberikan kepada orang jahat dan durhaka. Dan yang
disayangkan karena lemahnya pengawasan secara seksama dan perhatian yang
sempurna dari pendidiknya membuat anak terus menerus berbuat jahat. Dan kondisi
akan diperburuk jika orangtuanya mendorong anak untuk mencuri.
Mencuri hukumnya adalah haram. Di dalam hadist
dikatakan bahwa mencuri merupakan tanda hilangnya iman seseorang.
حَدَّثَنِي
عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ
بْنُ غَزْوَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي
حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ
“Tidaklah
beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang
peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Tidaklah beriman seorang
pencuri ketika ia sedang mencuri”. (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah : 2295)
C.
Pendekatan
Siswa bermasalah
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang
yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang
merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa
yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah
dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan disiplin dan
pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan
disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di
sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah,
aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk
mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa.
Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus
mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku.
Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana
berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para
siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang
kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda
dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk
menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan
Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan
berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui
Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun,
tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang
saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap
demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya,
serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Kita dapat memahami bahwa di antara kedua
pendekatan penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang
berbeda tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu
tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa yang
bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogyanya dapat
berjalan sinergis dan saling melengkapi. Perlu digarisbawahi, dalam hal ini
bukan berarti Guru BK/Konselor yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa
untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan wewenang
kepala sekolah, dan tugas Guru BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat
memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
D.
Tingkatan Masalah Siswa Berserta Mekanisme
Penanganannya
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan
Konselinglebih
mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan
Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi
perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus
ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004)
mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang
menanganinya, yaitu :
1.
Masalah (kasus) ringan, seperti:
membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman
sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas
ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi
kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan
rumah.
- Masalah (kasus) sedang, seperti:
gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi
antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum
minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan
sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan
berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan
sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus.
- Masalah (kasus) berat,seperti:
gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas,
siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau
senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli
psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya
terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas
bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling
tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi
dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa
agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.
E.
Penyebab dan Cara Mengatasai Anak Suka Mencuri
Banyak faktor
yang dapat menyebabkan seseorang mencuri. Beberapa orang mencuri sebagai sarana
untuk bertahan hidup karena kesulitan ekonomi. Yang lain hanya menikmati deru
pencurian, atau mencuri untuk mengisi kekosongan emosional atau fisik dalam
kehidupan mereka.Mencuri mungkin disebabkan oleh kecemburuan, rendahnya harga
diri, atau tekanan dari teman sebaya. Masalah sosial seperti merasa
dikecualikan atau diabaikan juga bisa menyebabkan pencurian. Orang mungkin
mencuri untuk membuktikan independensi mereka, bertindak melawan keluarga atau
teman, atau karena mereka tidak menghormati orang lain atau diri mereka
sendiri. Ada beberapa alasan mengapa anak-anak yang lebih tua dapat mencuri,
dan ini jarang tidak perlu.
Terkadang
anak-anak yang lebih tua mencuri sebagai pertunjukan keberanian atau
kecerdasan, mencoba untuk mengesankan teman sebayanya. Dalam beberapa kasus,
mereka bahkan melakukannya untuk bertindak atau mendapat perhatian. saat
mencuri pada anak yang lebih tua adalah gigih, hal itu mungkin mengindikasikan
masalah perkembangan perilaku atau emosional. Hal ini bisa disebabkan oleh
kehidupan rumah tangga yang tidak stabil atau faktor genetik yang bisa memicu
masalah tersebut. Anak-anak yang memiliki masalah konsisten dengan pencurian
seringkali mengalami kesulitan untuk mempercayai orang lain, dan mungkin menyalahkan
perilaku orang lain.
Bila pencurian
bersifat berulang atau dilakukan tanpa penyesalan, rasa bersalah, atau
pemahaman akan dampaknya, hal itu bisa menjadi pertanda masalah lain. Ini bisa
mencakup masalah keluarga, masalah kesehatan mental, atau kenakalan. Anak-anak
yang mencuri sering mengalami masalah dalam membuat dan menjaga teman, memiliki
hubungan yang buruk dengan orang dewasa, atau memiliki masalah dengan
kepercayaan. Jika masalah kesehatan emosional atau mental bisa menjadi alasan
pencurian, anak mungkin mendapat keuntungan dari menemui terapis atau
profesional kesehatan mental.
Mengatasi Anak suka mencuri dapat dilakukan dengan:
1.
Mengajarkan
Mereka Kepemilikan .Dalam benak anak kecil, semuanya milik mereka. Ada juga
konsep “keinginan”, yaitu apa yang mereka ingin menjadi milik mereka. Jika ini
terjadi, jelaskan bahwa jika mereka ingin meminjam sesuatu, tidak apa-apa, tapi
mereka harus bertanya dulu. Buat mereka mengembalikan barang itu dan jelaskan,
” Anda tidak bisa hanya berkeliling mengambil barang orang lain hanya karena
Anda menyukai mereka, karena itu sangat berharga bagi teman Anda, sama seperti
barang Anda berharga bagi Anda “
2.
Hukuman
Keterampilan.
Sebelum Anda berurusan dengan anak
mencuri Anda, lihatlah keterampilan mengasuh anak Anda. Jika Anda dan pasangan
Anda memanjakan anak Anda dengan selalu memberikan apa yang dia inginkan dan
kapan dia mau, dia mungkin percaya bahwa dia pantas atau berutang sesuatu. Anda
belum mengajarkan kepadanya kontrol impuls atau disiplin diri .
3.
Hentikan
Perilaku
Untuk menghentikan anak Anda dari
mencuri di
sekolah adalah dengan menemukan mata uangnya. Dia
harus mengembalikan semua uang curiannya dan menghukumnya
karena mencuri, sebanding dengan apa yang dicurinya.
Mengatasi anak suka mencuri juga
dapat dilakukan dengan :
1.
Menanyakan
alasan anak kenapa mencuri
Sebelum memberi hukuman kepada anak maka alangkah bijaknya sebagai
guru ataupun orangtua anda terlebih dahulu menyanyakan kepada anak tersebut
kenapa dia melakukan hal tersebut. BIsa jadi anak tersebut punya masalah yang
menjadi penyebab sehingga disampai mencuri, misalnya saja punya hutang yang
harus dibayar atau mencuri karena ingin membantu orang lain. Berbagai
kemungkinan bisa saja menjadi alasan anak kenapa dia mencuri namun itinya,
mendengarkan alasan anak kenapa dia melakukan hal tersebut sangat penting agar
anda tidak langsung menjistice anak tersebut dengan prasangka yang ternyata
kurang tepat
2.
Memberi sanksi
atau hukuman yang bisa membuat anak jerah
Perilaku mencuri sudah termasuk dalam kategori perilaku yang
meyimpang dan pelaku harus mendapat hukuman agar jerah dan kapok untuk
melakukan/mengulang perilaku tersebut, termasuk jika yang menjadi pelaku adalah
anak-anak. Namun dalam memberi hukuman bagi anak sebaiknya lebih
mempertimbangkan nilai edukasi agar anak tersebut mengambil pelajaran positif
dari perilaku kurang baik yang dia lakukan, apalagi jika anak tersebut belum
terlalu memahami tentang perbuatan yang dia lakukan.
Jenis hukuman yang bisa diberikan agar bisa menghilangkan kebiasaan
mencuri sekaligus mendidik anak tersebut, misalnya: Mengurangi uang jajan anak,
melarang anak keluar rumah beberapa waktu, melarang anak memainkan hal yang
paling dia sukai (game, gagdet, mainan), memberi tugas untuk membersihkan
rumah, menghapal perkalian dan lain-lain.
3.
Menjelaskan
dampak buruk dari kebiasaan mencuri pada anak.
Tips agar anak tidak mengulang kebiasaan mencuri yang senantiasa
dia lakukan yakni bisa dilakukan dengan menjelaskan dampak buruk yang bisa dia
dapatkan ketika terus mengulang perbuatan tersebut, misalnya saja; akan dijauhi
teman-temannya, tidak akan dipercayai dan yang paling tragis adalah anak
tersebut bisa ditangkap polisi. Penjelasan tentang dampak negatif dari
perbuatan yang dia lakukan bisa menekan kebiasaan buruk anak tersebut sehingga
akan lebih mempertimbangkan untuk melakukan perbuatan itu lagi. Dalam
menjelaskan dampak-dampak negatif akibat kebiasan mencuri yang biasa dilakukan
anak, usahakan menggunakan cara yang lebih persuasif.
4.
Memberi
pendampingan pada anak
Pendampingan orangtua pada anak sangat penting, apalagi jika anak
tersebut masih dalam peroses tumbuhkembang, dalam fase tersebut anak sangat
perlu mendapat arahan dan bimbingan baik dari guru maupun orang tuanya agar
berbagai perilaku anak bisa lebih cenderung kearah positif. Jadi usahakan untuk
meluangkan waktu untuk mendampingan anak, baik ketika belajar di rumah, saat
bermain, saat anak ke sekolah namun pemdampingan yang diberikan sewajarnya saja
karena jika pendampingan yang diberikan pada anak sangat berlebihan, justru hal
tesebut bisa membuat anak menjadi cengeng dan manja.
5.
Penuhi
keperluan anak
Orangtua yang kurang memperdulikan anaknya dan kurang berusaha
memenuhi kebutuhan anak bisa menjadi penyebab anak mencuri agar bisa
mendapatkan apa yang dia inginkan. Alasan tersebut memang cukup logis, apalagi
jika anak yang belum memahami kalau mencuri adalah perilaku tidak baik. Oleh
karena itu sebagai orangtua sebakinya anda sedikit lebih pekah dan instrospeksi
diri tentang bagaimana cara anda dalam memperlakukan anak anda selama ini,
karena perilaku anak sedikit banyaknya juga dipengaruhi oleh sikap orangtua.
6.
Kurangi
tontonan yang kurang pantas
Hal lainnya yang patut menjadi perhatian orangtua adalah
tayangan/tontonan yang sering disaksikan anak, anda pasti biasa melihat bukan
tayangan televisi yang bertuliskan BO (bimbingan orangtua), D (dewasa), A
(anak-anak) dan SU (semua umur) pada film yang sedang ditonton. Jadi usahakan
agar anak anda menonton tayangan televisi yang sesuai dengan umurnya, karena
tidak jarang beberapa tayangan televisi yang menampilkan adegan-adegan negatif
(misalnya: mencuri, berkelahi, menghardik dan lain-lain). Anak yang menonton
tayangan-tayangan kurang baik bisa terpengaruh dan tersugesti untuk melakukan
perilaku tersebut (tanpa anak mengetahui bahwa tontonan yang dia saksikan hanya
akting semata) dan menganggap perilaku tersebut sebagai hal yang wajar.
Sehingga disarankan bagi orangtua untuk membatasi tontonan anak, ada baiknya
tayangan yang disuguhkan kepada anak, sebaiknya yang memiliki nilai edukatif dan
berisi pesan-pesan positif bagi anak.
7.
Batasi
penggunaan gagdet
Gagdet ibaratkan pisau bermata dua, selain memiliki dampak baik
juga memiliki dampak buruk, apalagi jika gagdet yang biasa anak anda memiliki
akses internet, hal tersebut akan semakin riskan memberi efek negati bagi anak.
Apalagi melalui gagdet hal apapun bisa dilihat. Maka dari itu cara yang paling
bijak agar kebiasaan mencuri anak bisa diminimalisir adalah dengan membatasi
penggunaan gagdet bagi, jikapun anak menggunakan gagdet, sebaiknya diarahkan
terlebih dahulu tentang hal yang pantas dan tidak pantas untuk disaksikan
melalui gagdetnya.
8.
Ajarkan pada
anak anda cara memilih teman yang baik.
Jika anak berteman dengan orang baik maka kemungkinan anak anda
juga akan menjadi pribadi yang baik, jika anak berteman dengan anak yang rajin
belajar maka kemungkinan anak anda juga akan menjadi pribadi yang rajin
belajar, jika anak berteman dengan anak yang suka mencuri maka kemungkinan anak
anda juga akan terpengaruh dan pada akhirnya ikut-ikut mencuri.
Hal tersebut menandakan bahwa teman yang senantiasa ditemani oleh
anak anda dalam kerinterkasi dan bersosialisasi memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam pembentukan kepribadian anak. Sehingga anda turut terlibat dalam
mengarahkan kepada anak anda dalam memilih teman yang baik.
9.
Ajarkan anak
ilmu agama.
Dengan mengajarkan anak nilai-nilai agama sejak dini, bisa menjadi
perisai dan benteng bagi anak dalam menolak berbagai perilaku negatif yang ada
disekitarnya, termasuk membentengi anak dari perilaku mencuri.
10. Anjurkan anak
untuk ikut dalam berbagai kegitan ekstakurikuler.
Seperti yang
kita ketahui kegitan ekstrakurikuler memiliki banyak kegiatan/materi yang
bernilai positif dan sangat efektif dalam membantu anak dalam menemukan bakat
dan potensi yang ada dalam dirinya. Dalam kegiatan ekstrkurikuler biasanya anak
akan belajar tentang kepemimpinan, kerja keras, kerja sama, mandiri, displin,
berani dan masih banyak lagi pelajaran positif yang bisa dipetik ketika aktif
dalam kegiatan ekskul.
Upaya menghindari diri dari perbuatan mencuri
adalah
1.
selalu mengingat Allah di mana saja berada
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ
أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا، وَخَالِقِ [رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح] النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya
: Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau
bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan susullah
sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan
bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”. (HR. Tirmidzi, ia telah
berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain derajatnya hasan shahih)
2. Menyadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah
sementara, sedangkan hidup yang abadi adalah setelah kita melewati yaumul hisab
nanti di kemudian hari.
3. Selalu berdzikir kepada Allah SWT.
4. Selalu bertaubat dan beristighfar kepada Allah.
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم ( كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ
اَلتَّوَّابُونَ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَسَنَدُهُ
قَوِيٌّ
Artinya
: “Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan dan sebaik-baik orang
yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat. Riwayat
Tirmidzi dan Ibnu Majah. Sanadnya kuat.
5. Bergaul dengan orang-orang yang saleh, karena
pergaulan yang tidak islami akan membawa malapetaka bagi diri kita.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
(
اَلْمُؤْمِنُ مِرْآةُ اَلْمُؤْمِنِ ) أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ
حَسَنٍ
Artinya
: “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: "Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang
mukmin." Riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan.
6. Selektif dalam memilih teman sepergaulan.
7. Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang di
dalamnya terdapat maksiat.
8. Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
9. Meneladani kehidupan para nabi dan rasul serta
orang-orang yang saleh.
10. Mengingat bahwa Allah selalu mengetahui apa
yang kita lakukan di dunia ini, dari perbuatan baik sampai perbuatan maksiat.
11. Mengingat bahwa siksaan Allah berlaku bagi
siapa yang melakukan perbuatan maksiat.
12. Selalu meyakini bahwa Allah akan membantu kita
dalam segala kesusahan dan penderitaan kita, pasti ada jalan yang terbaik dari
melakukan perbuatan maksiat.
13. Selalu bertawakkal kepada Allah, yaitu dengan
bekerja keras dan berdoa, serta hasilnya kita serahkan kepada Allah yang Maha
Pemurah.
F.
Penutup
Kebiasaan
mencuri yang dilakukan oleh anak selain dari karena sebelumnya diajak oleh
kakaknya, juga karena faktor ekonomi di keluarganya yang memang tergolong tidak
mampu, dan kurang
maksimalnya pengawasan orang tua terhadap anaknya serta adanya kemajuan teknologi
elektronikdan komunikasi. Oleh karena itu perlunya penanganan siswa bermasalah
melalui pendekatan penerapan disiplin di sekolah dan pendekatan melalui
Bimbingan dan Konselling dengan dibantu oleh semua stakeholder yang ada, orang
tua dan masyarakat yang ada dilingkunganya.
Dalam hal menangani siswa yang suka mencuri dapat
dilakukan dengan cara : Menanyakan alasan kenapa mencuri, memberikan sanksi
atau hukuman yang bisa membuat jera, menjelaskan dampak buruk dari perbuatan
itu, memberi pendampingan secara khusus, lebih memperhatikan pemenuhan
kebutuhan anak, mengurangi tontonan yang tidak ada manfaatnya, membatasi
penggunaan gadget, mengajarkan cara memilih teman yang baik, memberikan bekal
ilmu agama serta mendorong anak untuk aktif dalam kegiatan kesiswaan.
Daftar Pustaka
Saring Marsudi dkk , 2003, Layanan
Bimbingan Belajar di Sekolah, Surakarta : Muhammadiyah University Pers
Syamsu Yusuf L.N, 2009, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset
Endang Sumiarni dan Chandra Halim,2000, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam
Hukum Keluarga, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Nurul Zuriah,2007, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam
Perspektif Perubahan, Jakarta: PT Bumi Aksara
[1] Saring Marsudi dkk , 2003, Layanan Bimbingan
Belajar di Sekolah, (Surakarta : Muhammadiyah University Pers) , hal. 1
[2] Syamsu Yusuf L.N, 2009, Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset ), hal. 31
[3] Endang Sumiarni dan Chandra Halim, Perlindungan
Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, (Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, 2000), hal 10
[4] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi
Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hal.
18