A.    Pendahuluan
Setiap individu memiliki berbagai sifat, watak, dan perilaku yang tidak sama. Begitu pula dengan setiap peserta didik memiliki kekhasan dan keunikan masing-masing pada dirinya. Karakteristik individu (peserta didik) diperoleh dari faktor bawaan dan faktor dari pengaruh lingkungan.[1] Karakteristik bawaan (hereditas) merupakan karakteristik individu yang diperoleh melalui pewarisan dari pihak orangtuanya. Sedangkan karakteristik dari faktor lingkungan diperoleh dari faktor lingkungan fisik, psikis, sosial, alam sekitar, dan religius.[2]
Begitu erat kaitannya perilaku peserta didik dalam mewujudkan  bangsa yang berakhlak mulia. Sekolah dasar sebagai penyelenggara pendidikan menjadi pondasi awal untuk mewujudkan hal tersebut. Jenjang pertama di sekolah dasar merupakan jenjang yang paling kompleks permasalahannya. Di jenjang tersebut, siswa mengalami peralihan tingkah laku dari taman kanak-kanak menjadi sekolah dasar.
Perilaku menyimpang siswa yang penulis maksud di sini adalah tentang kebiasaan siswa mencuri uang milik teman sendiri, atau milik adik kelasnya di sekolah , yang dengan uang tersebut digunakannya untuk membeli barang-barang yang diinginkannya, untuk mentraktir teman-tamannya, menabung seperti teman-temannya, juga ada yang diberikan ke-ibu-nya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Perilaku ini sebelumnya juga dilakukan oleh kakak-kakaknya yang juga bersekolah di tempat yang sama. Sang kakak mencuri uang teman atau adik kelasnya dengan mengajak adiknya, yang secara tidak sadar bahwa ini mendidik sang adik untuk melakukan hal yang sama. Karena perilakunya otomatis terekam oleh adiknya yang mungkin pada saat itu masih belum mengetahui tindakan yang dilakukan kakaknya adalah tindakan yang dilarang.
Kebiasaan mencuri yang dilakukan oleh anak tersebut adalah selain dari karena sebelumnya diajak oleh kakaknya, juga karena faktor ekonomi di keluarganya yang memang tergolong tidak mampu. Ayahnya sebagai buruh dengan keterbatasan kemampuannya, dan tidak setiap hari ada yang mempekerjakan. Di samping sifatnya yang keras terhadap anak istrinya yang menyebabkan mereka tidak berani meminta uang ketika mereka membutuhkan baik untuk sekolah maupun u yang lainnya. Ibunya berjualan daging ayam milik tetangganya dengan hasil yang tidak cukup untuk sehari-hari.
Keadaan keluarga yang seperti ini menjadi salah satu pemicu perilaku menyimpang siswa, yakni mencuri uang teman. Yang dilakukan dari kakak sampai adiknya yang kesemuanya laki-laki. Yang menurut beberapa tetangganya bahwa perbuatannya itu sebenarnya sudah diketahui oleh ibunya, tetapi ibunya diam saja. Barangkali ibunya juga tidak berdaya karena tidak bisa memberi dan mencukupi kebutuhan anak-anaknya.
Dari segi kognitif siswa ini tidak memiliki kesulitan belajar, selalu mengerjakan tugas yang diberikan tepat waktu, berangkat sekolah tidak pernah terlambat, dan termasuk siswa yang rajin. Dari ranah afektif diketahui sering mencuri uang teman dan adik kelasnya, namun saat ditanya tidak pernah mengakui perbuatannya, dan tidak hanya di sekolah, anak tersebut juga pernah mencuri jajanan di warung.
Namun di samping faktor ekonomi keluarga, menurut walikelasnya, perhatian orangtua juga kurang sehingga pengawasan terhadap anak tidak maximal, mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Bentuk kurangnya perhatian orangtua di rumah yaitu orangtua hampir tidak pernah menanyakan kegiatan anak di sekolah, membiarkan anak menyelesaikan segala sesuatunya sendiri, sehingga anak tidak ada tempat untuk berbagi cerita selain dengan kakaknya. Juga kurang menjalin hubungan dengan pihak sekolah sehingga tidak bisa mengontrol kegiatan dan perilaku siswa selama di sekolah.

B.     Landasan Teori
Penyebab dari siswa yang mencuri adalah selain faktor ekonomi keluarga juga disebabkan  kurangnya perhatian orangtua ke siswa. Anak adalah dambaan keluarga yang diharapkan dapat meneruskan keturunan dengan kualitas yang lebih baik. Kemajuan bidang elektronik dan komunikasi yang telah dengan cepat melanda Indonesia yang sedang merubah diri menjadi negara industri membawa dampak pada melemahnya jaringan kekerabatan dan terutama anaklah yang pertama merasakan akibatnya. Karena semakin sibuk orangtua dalam memuhi berbagai macam tuntutan zaman, maka anak-anak kehilangan kehangatan keluarga dan rasa aman. Timbullah fenomena anak mencari pengganti lingkungan keluarga di luar rumah dan melakukan tindakan-tindakan menyimpang yang merugikan mereka sendiri di samping menimbulkan ketidakserasian dalam masyarakat. Faktor kemiskinan menimbulkan pula berbagai permasalahan kerawanan pada anak seperti keterlantaran, putus sekolah, gangguan kesehatan, dan mudahnya anak tergelincir dalam perbuatan kriminal.[3]
Perlunya pendidikan moral dan budi pekerti  bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya, baik melalui pengajaran, bimbingan, maupun latihan. [4] Tujuan pendidikan moral menurut Nurul Zuriah dapat dirinci sebagai berikut :
1.      Anak mampu memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa.
2.      Anak mampu mengembangkan watak atau tabi’atnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.
3.      Anak mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan seesuai dengan norma budi pekerti.
4.      Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggungjawab.[5]
Sudah menjadi realitas bahwa anak yang tidak tumbuh dalam azas muraqabatullah, rasa takut kepada Alloh, dan tidak dibiasakan untuk berlaku amanah, maka secara bertahap anak akan terbiasa dengan kecurangan, mencuri, dan berkhianat. Dia akan memakan harta orang lain yang bukan haknya, bahkan akan menjadi anak yang celaka, yang banyak masyarakat berlindung dari buruknya perbuatannya.
Karena itulah hendaknya bagi para orangtua dan pendidik untuk menanamkan dalam diri anak-anak keyakinan akan muraqabatullah dan takut kepada-Nya. Beritahukan kepada anak akan hasil yang tidak baik, yang ditimbulkan dari perbuatan mencuri dan akibat buruk lainnya yang ditimbulkan oleh perbuatan menipu dan berkhianat. [6]
Namun, yang menyedihkan adalah mayoritas dari para orangtua tidak mau memberikan pengawasan yang ketat terhadap barang-barang atau uang yang dibawa anaknya. Hanya dengan menganggap bahwa anak mereka itu mendapatkannya dari jalan atau mendapatkan hadiah dari salah satu temannya. Kemudian para orangtua itu mempercayainya dan mempercayainya dan menerima pengakuannya yang bohong, tanpa terlebih dahulu diteliti dan disertai pembuktian yang seksama. Dengan sendirinya, anak akan merasa bebas mencuri hanya karena pengakuan-pengakuannya yang palsu itu, dan secara sendirinya anak akan terbiasa melakukan kejahatan tatkala ia tidak mendapatkan pengawasan yang ketat dan pengawasan yang seksama dari orangtua. Parahnya lagi adalah seorang anak memiliki orangtua yang justru memerintahkannya untuk mencuri. Jika demikian, anak akan tenggelam dalam dunia kejahatan, dan akan menjadi pencuri.[7]
Suka mencuri termasuk dalam fenomena moral. Jika anak sejak masa perkembangannya tidak dididik untuk mengingat dan takut kepada Alloh serta  untuk menyampaikan amanat dan menjalankan hak-hak, maka tidak diragukan lagi secara bertahap anak itu akan melakukan penipuan, pencurian, dan penghianatan, ia akan memakan harta dengan cara tidak halal, bahkan menjadi seorang penjahat yang ditakuti, dan dijauhi masyarakat. Untuk itu  para pendidik untuk menanamkan aqidah, agar anak selalu mengingat dan takut pada Alloh, menjelaskan akibat buruk yang disebabkan oleh pencurian dan sebagainya. Menjelaskan juga tentang ancaman Alloh yang akan diberikan kepada orang jahat dan durhaka. Dan yang disayangkan karena lemahnya pengawasan secara seksama dan perhatian yang sempurna dari pendidiknya membuat anak terus menerus berbuat jahat. Dan kondisi akan diperburuk jika orangtuanya mendorong anak untuk mencuri.
Mencuri hukumnya adalah haram. Di dalam hadist dikatakan bahwa mencuri merupakan tanda hilangnya iman seseorang.
حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ غَزْوَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
 “Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri”. (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah : 2295)
C.    Pendekatan Siswa bermasalah
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan disiplin dan pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Kita dapat memahami bahwa di antara kedua pendekatan penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang berbeda tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa yang bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogyanya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi. Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru BK/Konselor yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
D.    Tingkatan Masalah Siswa Berserta Mekanisme Penanganannya
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konselinglebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, yaitu :
1.      Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
  1. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus.
  2. Masalah (kasus) berat,seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.
E.     Penyebab dan Cara Mengatasai Anak Suka Mencuri
Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mencuri. Beberapa orang mencuri sebagai sarana untuk bertahan hidup karena kesulitan ekonomi. Yang lain hanya menikmati deru pencurian, atau mencuri untuk mengisi kekosongan emosional atau fisik dalam kehidupan mereka.Mencuri mungkin disebabkan oleh kecemburuan, rendahnya harga diri, atau tekanan dari teman sebaya. Masalah sosial seperti merasa dikecualikan atau diabaikan juga bisa menyebabkan pencurian. Orang mungkin mencuri untuk membuktikan independensi mereka, bertindak melawan keluarga atau teman, atau karena mereka tidak menghormati orang lain atau diri mereka sendiri. Ada beberapa alasan mengapa anak-anak yang lebih tua dapat mencuri, dan ini jarang tidak perlu.
Terkadang anak-anak yang lebih tua mencuri sebagai pertunjukan keberanian atau kecerdasan, mencoba untuk mengesankan teman sebayanya. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan melakukannya untuk bertindak atau mendapat perhatian. saat mencuri pada anak yang lebih tua adalah gigih, hal itu mungkin mengindikasikan masalah perkembangan perilaku atau emosional. Hal ini bisa disebabkan oleh kehidupan rumah tangga yang tidak stabil atau faktor genetik yang bisa memicu masalah tersebut. Anak-anak yang memiliki masalah konsisten dengan pencurian seringkali mengalami kesulitan untuk mempercayai orang lain, dan mungkin menyalahkan perilaku orang lain.
Bila pencurian bersifat berulang atau dilakukan tanpa penyesalan, rasa bersalah, atau pemahaman akan dampaknya, hal itu bisa menjadi pertanda masalah lain. Ini bisa mencakup masalah keluarga, masalah kesehatan mental, atau kenakalan. Anak-anak yang mencuri sering mengalami masalah dalam membuat dan menjaga teman, memiliki hubungan yang buruk dengan orang dewasa, atau memiliki masalah dengan kepercayaan. Jika masalah kesehatan emosional atau mental bisa menjadi alasan pencurian, anak mungkin mendapat keuntungan dari menemui terapis atau profesional kesehatan mental.
Mengatasi Anak suka mencuri  dapat dilakukan dengan:
1.      Mengajarkan Mereka Kepemilikan .Dalam benak anak kecil, semuanya milik mereka. Ada juga konsep “keinginan”, yaitu apa yang mereka ingin menjadi milik mereka. Jika ini terjadi, jelaskan bahwa jika mereka ingin meminjam sesuatu, tidak apa-apa, tapi mereka harus bertanya dulu. Buat mereka mengembalikan barang itu dan jelaskan, ” Anda tidak bisa hanya berkeliling mengambil barang orang lain hanya karena Anda menyukai mereka, karena itu sangat berharga bagi teman Anda, sama seperti barang Anda berharga bagi Anda “
2.      Hukuman  Keterampilan.
Sebelum Anda berurusan dengan anak mencuri Anda, lihatlah keterampilan mengasuh anak Anda. Jika Anda dan pasangan Anda memanjakan anak Anda dengan selalu memberikan apa yang dia inginkan dan kapan dia mau, dia mungkin percaya bahwa dia pantas atau berutang sesuatu. Anda belum mengajarkan kepadanya kontrol impuls atau disiplin diri .
3.      Hentikan Perilaku
Untuk menghentikan anak Anda dari mencuri di sekolah adalah dengan menemukan mata uangnya. Dia harus mengembalikan semua uang curiannya dan menghukumnya karena mencuri, sebanding dengan apa yang dicurinya.
Mengatasi anak suka mencuri juga dapat dilakukan dengan :
1.      Menanyakan alasan anak kenapa mencuri
Sebelum memberi hukuman kepada anak maka alangkah bijaknya sebagai guru ataupun orangtua anda terlebih dahulu menyanyakan kepada anak tersebut kenapa dia melakukan hal tersebut. BIsa jadi anak tersebut punya masalah yang menjadi penyebab sehingga disampai mencuri, misalnya saja punya hutang yang harus dibayar atau mencuri karena ingin membantu orang lain. Berbagai kemungkinan bisa saja menjadi alasan anak kenapa dia mencuri namun itinya, mendengarkan alasan anak kenapa dia melakukan hal tersebut sangat penting agar anda tidak langsung menjistice anak tersebut dengan prasangka yang ternyata kurang tepat
2.      Memberi sanksi atau hukuman yang bisa membuat anak jerah
Perilaku mencuri sudah termasuk dalam kategori perilaku yang meyimpang dan pelaku harus mendapat hukuman agar jerah dan kapok untuk melakukan/mengulang perilaku tersebut, termasuk jika yang menjadi pelaku adalah anak-anak. Namun dalam memberi hukuman bagi anak sebaiknya lebih mempertimbangkan nilai edukasi agar anak tersebut mengambil pelajaran positif dari perilaku kurang baik yang dia lakukan, apalagi jika anak tersebut belum terlalu memahami tentang perbuatan yang dia lakukan.
Jenis hukuman yang bisa diberikan agar bisa menghilangkan kebiasaan mencuri sekaligus mendidik anak tersebut, misalnya: Mengurangi uang jajan anak, melarang anak keluar rumah beberapa waktu, melarang anak memainkan hal yang paling dia sukai (game, gagdet, mainan), memberi tugas untuk membersihkan rumah, menghapal perkalian dan lain-lain.
3.      Menjelaskan dampak buruk dari kebiasaan mencuri pada anak.
Tips agar anak tidak mengulang kebiasaan mencuri yang senantiasa dia lakukan yakni bisa dilakukan dengan menjelaskan dampak buruk yang bisa dia dapatkan ketika terus mengulang perbuatan tersebut, misalnya saja; akan dijauhi teman-temannya, tidak akan dipercayai dan yang paling tragis adalah anak tersebut bisa ditangkap polisi. Penjelasan tentang dampak negatif dari perbuatan yang dia lakukan bisa menekan kebiasaan buruk anak tersebut sehingga akan lebih mempertimbangkan untuk melakukan perbuatan itu lagi. Dalam menjelaskan dampak-dampak negatif akibat kebiasan mencuri yang biasa dilakukan anak, usahakan menggunakan cara yang lebih persuasif.
4.      Memberi pendampingan pada anak
Pendampingan orangtua pada anak sangat penting, apalagi jika anak tersebut masih dalam peroses tumbuhkembang, dalam fase tersebut anak sangat perlu mendapat arahan dan bimbingan baik dari guru maupun orang tuanya agar berbagai perilaku anak bisa lebih cenderung kearah positif. Jadi usahakan untuk meluangkan waktu untuk mendampingan anak, baik ketika belajar di rumah, saat bermain, saat anak ke sekolah namun pemdampingan yang diberikan sewajarnya saja karena jika pendampingan yang diberikan pada anak sangat berlebihan, justru hal tesebut bisa membuat anak menjadi cengeng dan manja.
5.      Penuhi keperluan anak
Orangtua yang kurang memperdulikan anaknya dan kurang berusaha memenuhi kebutuhan anak bisa menjadi penyebab anak mencuri agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Alasan tersebut memang cukup logis, apalagi jika anak yang belum memahami kalau mencuri adalah perilaku tidak baik. Oleh karena itu sebagai orangtua sebakinya anda sedikit lebih pekah dan instrospeksi diri tentang bagaimana cara anda dalam memperlakukan anak anda selama ini, karena perilaku anak sedikit banyaknya juga dipengaruhi oleh sikap orangtua.
6.      Kurangi tontonan yang kurang pantas
Hal lainnya yang patut menjadi perhatian orangtua adalah tayangan/tontonan yang sering disaksikan anak, anda pasti biasa melihat bukan tayangan televisi yang bertuliskan BO (bimbingan orangtua), D (dewasa), A (anak-anak) dan SU (semua umur) pada film yang sedang ditonton. Jadi usahakan agar anak anda menonton tayangan televisi yang sesuai dengan umurnya, karena tidak jarang beberapa tayangan televisi yang menampilkan adegan-adegan negatif (misalnya: mencuri, berkelahi, menghardik dan lain-lain). Anak yang menonton tayangan-tayangan kurang baik bisa terpengaruh dan tersugesti untuk melakukan perilaku tersebut (tanpa anak mengetahui bahwa tontonan yang dia saksikan hanya akting semata) dan menganggap perilaku tersebut sebagai hal yang wajar. Sehingga disarankan bagi orangtua untuk membatasi tontonan anak, ada baiknya tayangan yang disuguhkan kepada anak, sebaiknya yang memiliki nilai edukatif dan berisi pesan-pesan positif bagi anak.
7.      Batasi penggunaan gagdet
Gagdet ibaratkan pisau bermata dua, selain memiliki dampak baik juga memiliki dampak buruk, apalagi jika gagdet yang biasa anak anda memiliki akses internet, hal tersebut akan semakin riskan memberi efek negati bagi anak. Apalagi melalui gagdet hal apapun bisa dilihat. Maka dari itu cara yang paling bijak agar kebiasaan mencuri anak bisa diminimalisir adalah dengan membatasi penggunaan gagdet bagi, jikapun anak menggunakan gagdet, sebaiknya diarahkan terlebih dahulu tentang hal yang pantas dan tidak pantas untuk disaksikan melalui gagdetnya.
8.      Ajarkan pada anak anda cara memilih teman yang baik.
Jika anak berteman dengan orang baik maka kemungkinan anak anda juga akan menjadi pribadi yang baik, jika anak berteman dengan anak yang rajin belajar maka kemungkinan anak anda juga akan menjadi pribadi yang rajin belajar, jika anak berteman dengan anak yang suka mencuri maka kemungkinan anak anda juga akan terpengaruh dan pada akhirnya ikut-ikut mencuri.
Hal tersebut menandakan bahwa teman yang senantiasa ditemani oleh anak anda dalam kerinterkasi dan bersosialisasi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak. Sehingga anda turut terlibat dalam mengarahkan kepada anak anda dalam memilih teman yang baik.
9.      Ajarkan anak ilmu agama.
Dengan mengajarkan anak nilai-nilai agama sejak dini, bisa menjadi perisai dan benteng bagi anak dalam menolak berbagai perilaku negatif yang ada disekitarnya, termasuk membentengi anak dari perilaku mencuri.
10.  Anjurkan anak untuk ikut dalam berbagai kegitan ekstakurikuler.
Seperti yang kita ketahui kegitan ekstrakurikuler memiliki banyak kegiatan/materi yang bernilai positif dan sangat efektif dalam membantu anak dalam menemukan bakat dan potensi yang ada dalam dirinya. Dalam kegiatan ekstrkurikuler biasanya anak akan belajar tentang kepemimpinan, kerja keras, kerja sama, mandiri, displin, berani dan masih banyak lagi pelajaran positif yang bisa dipetik ketika aktif dalam kegiatan ekskul.
Upaya menghindari diri dari perbuatan mencuri adalah
1.      selalu mengingat Allah di mana saja berada
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ [رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح] النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya : Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”. (HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain derajatnya hasan shahih)
2.      Menyadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan hidup yang abadi adalah setelah kita melewati yaumul hisab nanti di kemudian hari.
3.      Selalu berdzikir kepada Allah SWT.
4.      Selalu bertaubat dan beristighfar kepada Allah.
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ اَلتَّوَّابُونَ )  أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَسَنَدُهُ قَوِيٌّ
Artinya : “Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat. Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah. Sanadnya kuat.
5.      Bergaul dengan orang-orang yang saleh, karena pergaulan yang tidak islami akan membawa malapetaka bagi diri kita.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( اَلْمُؤْمِنُ مِرْآةُ اَلْمُؤْمِنِ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin." Riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan.
6.      Selektif dalam memilih teman sepergaulan.
7.      Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang di dalamnya terdapat maksiat.
8.      Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
9.      Meneladani kehidupan para nabi dan rasul serta orang-orang yang saleh.
10.  Mengingat bahwa Allah selalu mengetahui apa yang kita lakukan di dunia ini, dari perbuatan baik sampai perbuatan maksiat.
11.  Mengingat bahwa siksaan Allah berlaku bagi siapa yang melakukan perbuatan maksiat.
12.  Selalu meyakini bahwa Allah akan membantu kita dalam segala kesusahan dan penderitaan kita, pasti ada jalan yang terbaik dari melakukan perbuatan maksiat.
13.  Selalu bertawakkal kepada Allah, yaitu dengan bekerja keras dan berdoa, serta hasilnya kita serahkan kepada Allah yang Maha Pemurah.
F.     Penutup
Kebiasaan mencuri yang dilakukan oleh anak selain dari karena sebelumnya diajak oleh kakaknya, juga karena faktor ekonomi di keluarganya yang memang tergolong tidak mampu, dan kurang maksimalnya pengawasan orang tua terhadap anaknya serta adanya kemajuan teknologi elektronikdan komunikasi. Oleh karena itu perlunya penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan penerapan disiplin di sekolah dan pendekatan melalui Bimbingan dan Konselling dengan dibantu oleh semua stakeholder yang ada, orang tua dan masyarakat yang ada dilingkunganya.
Dalam hal menangani siswa yang suka mencuri dapat dilakukan dengan cara : Menanyakan alasan kenapa mencuri, memberikan sanksi atau hukuman yang bisa membuat jera, menjelaskan dampak buruk dari perbuatan itu, memberi pendampingan secara khusus, lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan anak, mengurangi tontonan yang tidak ada manfaatnya, membatasi penggunaan gadget, mengajarkan cara memilih teman yang baik, memberikan bekal ilmu agama serta mendorong anak untuk aktif dalam kegiatan kesiswaan.








Daftar Pustaka

Saring Marsudi dkk , 2003, Layanan Bimbingan Belajar di Sekolah, Surakarta : Muhammadiyah University Pers

Syamsu Yusuf L.N, 2009, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset

Endang Sumiarni dan Chandra Halim,2000,  Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Nurul Zuriah,2007,  Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: PT Bumi Aksara








[1] Saring Marsudi dkk , 2003, Layanan Bimbingan Belajar di Sekolah, (Surakarta : Muhammadiyah University Pers) , hal. 1
[2] Syamsu Yusuf L.N, 2009, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset ), hal. 31

[3] Endang Sumiarni dan Chandra Halim, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2000), hal 10
[4] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hal. 18
[5] Ibid., hal. 67
[6] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Solo : Insan Kamil, 2017),  hal. 138
[7] Ibid., hal. 139
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home